‘I Just Run’

Siapa yang tak mau pergi ke luar negeri dengan cuma-cuma alias gratis ?

Siapa yang tak ingin mewakili negaranya untuk bertanding di ajang Internasional ?

Siapa yang tak ingin menang dalam sebuah perlombaan besar seperti ‘olimpiade’ ?
semua atlet pastilah menginginkannya.

ya itulah yang terjadi pada Eko, Kuncoro, Mustafa dan aku. kami berempat mewakili negara kami untuk ikut serta unjuk gigi dalam perlombaan akbar tersebut. Jujur sebelumnya aku belum pernah keluar negeri. Ini adalah yang pertama kalinya.

Hari ini suasananya sangat berbeda. Beda sekali dengan ajang-ajang perlombaan lainnya. Dingin, kadang ramai dan kadang sunyi. sepertinya aku gugup, begitu juga dengan Eko, Kuncoro dan Mustafa ketika aku ceritakan apa yang aku rasakan.

Inilah saatnya tiba untuk menunnjukkan kemampuan kami. rencananya Eko adalah pemegang tongkat estafet pertama dan kemudian ia lari sekencang-kencangnya dan kemudian tongkat tersebut diberikan pada Kuncoro dan seterusnya sampai tongkat tersebut diberikan Mustafa dan terakhir padaku.

Terdengar suara tembakkan pistol dan seketika itu Eko berlari secepat-cepatnya. bagiku pada saat itu dia adalah pelari tongkat estafet tercepat yang pernah aku ketahui bagaikan Cheeta. Tak lama kemudian Eko sampai pada Kuncoro dan memberikan tongkat estafetnya dan seterusnya sampai pada Mustafa. dan disaat itulah Mustafa mengeluarkan skill-nya. dia juga berusaha lari secepat-cepatnya, namun dia berhenti ditengah-tengah. Mustafa memegangi kakinya, dia menangis seperti ada yang terasa sangat sakit. saat ku-teriakinya dia bangkit dan lari lari kecil dan pincang. beberapa pelari lainnya menyalip Mustafa. jaraknya mulai menjauh…menjauh….dan jauh hingga pelari estafet berikutnya.

Dihadapkan dengan hal itu rasanya tak tega melihat apa yang terjadi pada Mustafa. Menangis…. ya hanya hal itu yang bisa aku lakukan.

Akhirnya Mustafa sampai pada pos pergantian estafet dan memberikan tongkat tersebut padaku. “maafkan aku, semuanya kuserahkan kepadamu” itulah yang kudengar dari mulut Mustafa meski terdengar pelan namun di kupingku terdengar jelas. seperti ada beban yang harus aku gendong….. berat… ya berat sekali.

Aku berlari sekencang yang aku bisa, aku berlari dan menangis seakan-akan tangisan itu adalah kata-kata yang tersirat ‘kenapa harus terjadi seperti ini ?’ ‘kenapa beban ini terasa berat sekali ?’. Apapun yang terjadi aku harus tetap lari, apapun hasilnya. I just run…. run… and run.

Categories: Flash Fiction | Tinggalkan komentar

Navigasi pos

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.